Selasa, 28 Desember 2010

Sejarah kota DEPOK

Awalnya Depok merupakan sebuah dusun terpencil ditengah hutan belantara dan semak belukar. Pada tanggal 18 Mei 1696 seorang pejabat tinggi VOC,Cornelis Chastelein, membeli tanah yang meliputi daerah Depok serta sedikit wilayah Jakarta Selatan, Ratujaya dan Bojonggede. Chastelein mempekerjakan sekitar seratusan pekerja. Mereka didatangkan dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Jawa, Pulau Rote serta Filipina.

Selain mengelola perkebunan, Cornelis juga menyebarluaskan agama Kristen kepada para pekerjanya, lewat sebuah Padepokan Kristiani. Padepokan ini bernama De Eerste Protestante Organisatie van Christenen, disingkatDEPOK. Dari sinilah rupanya nama kota ini berasal. Sampai saat ini, keturunan pekerja-pekerja Cornelis dibagi menjadi 12 Marga. Adapun marga-marga tersebut adalah :

1. Jonathans

2. Laurens

3. Bacas

4. Loen

5. Soedira

6. Isakh

7. Samuel

8. Leander

9. Joseph

10. Tholense

11. Jacob

12. Zadokh

Tahun 1871 Pemerintah Belanda mengizinkan daerah Depok membentuk Pemerintahan dan Presiden sendiri setingkat Gemeente (Desa Otonom).

Keputusan tersebut berlaku sampai tahun 1942. Gemeente Depok diperintah oleh seorang Presiden sebagai badan Pemerintahan tertinggi. Di bawah kekeuasaannya terdapat kecamatan yang membawahi mandat (9 mandor) dan dibantu oleh para Pencalang Polisi Desa serta Kumitir atau Menteri Lumbung. Daerah teritorial Gemeente Depok meliputi 1.244 Ha, namun dihapus pada tahun 1952 setelah terjadi perjanjian pelepasan hak antara Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok, tapi tidak termasuk tanah-tanah Elgendom dan beberapa hak lainnya.

Sejak saat itu, dimulailah pemerintahan kecamatan Depok yang berada dalam lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah Parung, yang meliputi 21 Desa. Pada tahun 1976 melalui proyek perumahan nasional di era Orde Baru, dibangunlah Perumnas Depok I dan Perumnas Depok II. Pembangunan tersebut memicu perkembangan Depok yang lebih pesat sehingga akhirnya pada tahun 1981 Pemerintah membentuk kota Administratif Depok yang peresmiannya dilakukan tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri Dalam Negeri (H. Amir Machmud).

Sejak tahun 1999, melalui UU nomor 15 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, Depok meningkat statusnya menjadi Kotamadya atau Kota. Menurut Undang-Undang tersebut, wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Depok memiliki uas wilayah 20.504,54 Ha yang meliputi :

1. Kecamatan Beji, terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 1614 Ha.

2. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 kelurahan dengan luas wilayah 3.398 Ha.

3. Kecamatan Pancoran Mas, dengan pusat pemerintahan berkedudukan dikelurahan Depok, terdiri dari 6 Kelurahan dan 6 Desa dengan jumlah penduduk 156.118 jiwa dan luas wilayah 2.671 Ha.

4. Kecamatan Limo, terdiri dari 8 desa dengan luas wilayah 2.595,3 Ha.

5. Kecamatan Cimanggis, terdiri dari 1 kelurahan dan 12 desa dengan luas wilayah 5.077,3 Ha.

6. Kecamatan Sawangan, terdiri dari 14 desa dengan luas wilayah 4.673,8 Ha.

ASAL USUL PONDOK CINA

Dulu, Pondok Cina hanyalah hamparan perkebunan dan semak-semak belantara yang bernama Kampung Bojong. Awalnya hanya sebagai tempat transit pedagang-pedagang Tionghoa yang hendak berjualan di Depok. Lama kelamaan menjadi pemukiman, yang kini padat sebagai akses utama Depok-Jakarta.

Kota Madya Depok (dulunya kota administratif) dikenal sebagai penyangga ibukota. Para penghuni yang mendiami wilayah Depok sebagian besar berasal dari pindahan orang Jakarta. Tak heran kalau dulu muncul pomeo singkatan Depok : Daerah ElitPemukiman Orang Kota. Mereka banyak mendiami perumahan nasional (Perumnas), membangun rumah ataupun membuat pemukiman baru.

Pada akhir tahun 70-an masyarakat Jakarta masih ragu untuk mendiami wilayah itu. Selain jauh dari pusat kota Jakarta, kawasan Depok masih sepi dan banyak diliputi perkebunan dan semak belukar. Angkutan umum masih jarang, dan mengandalkan pada angkutan kereta api. Seiring dengan perkembangan zaman, wajah Depok mulai berubah. Pembangunan di sana-sini gencar dilakukan oleh pemerintah setempat. Pusat hiburan seperti Plaza, Mall telah berdiri megah. Kini Depok telah menyandang predikat kotamadya dimana selama 17 tahun menjadi Kotif.

Sebagai daerah baru, Depok menarik minat pedagang-pedagang Tionghoa untuk berjualan di sana. Namun Cornelis Chastelein pernah membuat peraturan bahwa orang-orang Cina tidak boleh tinggal di kota Depok. Mereka hanya boleh berdagang, tapi tidak boleh tinggal. Ini tentu menyulitkan mereka. Mengingat saat itu perjalanan dari Depok ke Jakarta bisa memakan waktu setengah hari, pedagang-pedagang tersebut membuat tempat transit di luar wilayah Depok, yang bernama Kampung Bojong. Mereka berkumpul dan mendirikan pondok-pondok sederhana di sekitar wilayah tersebut. Dari sini mulai muncul nama Pondok Cina.

Menurut cerita H. Abdul Rojak, sesepuh masyarakat sekitar Pondok Cina, daerah Pondok Cina dulunya bernama Kampung Bojong. “Lama-lama daerah ini disebut Kampung Pondok Cina. Sebutan ini berawal ketika orang-orang keturunan Tionghoa datang untuk berdagang ke pasar Depok. Pedagang-pedagang itu datang menjelang matahari terbenam. Karena sampainya malam hari, mereka istirahat dahulu dengan membuat pondok-pondok sederhana,” ceritanya. Kebetulan, lanjut Rojak, di daerah tersebut ada seorang tuan tanah keturunan Tionghoa. Akhirnya mereka semua di tampung dan dibiarkan mendirikan pondok di sekitar tanah miliknya. Lalu menjelang subuh orang-orang keturunan Tionghoa tersebut bersiap-siap untuk berangkat ke pasar Depok.”

Kampung Bojong berubah nama menjadi kampung Pondok Cina pada tahun 1918. Masyarakat sekitar daerah tersebut selalu menyebut kampung Bojong dengan sebutan Pondok Cina. Lama-kelamaan nama Kampung Bojong hilang dan timbul sebutan Pondok Cina sampai sekarang. Masih menurut cerita, Pondok Cina dulunya hanya berupa hutan karet dan sawah. Yang tinggal di daerah tersebut hanya berjumlah lima kepala keluarga, itu pun semuanya orang keturunan Tionghoa. Selain berdagang ada juga yang bekerja sebagai petani di sawah sendiri. Sebagian lagi bekerja di ladang kebun karet milik tuan tanah orang-orang Belanda. Semakin lama, beberapa kepala keluarga itu pindah ke tempat lain. Tak diketahui pasti apa alasannya. Yang jelas, hanya sisa satu orang keluarga di sana. Hal ini dikatakan oleh Ibu Sri, generasi kelima dari keluarga yang sampai kini masih tinggal di Pondok Cina.

“Saya sangat senang tinggal disini, karena di sini aman, tidak seperti di tempat lain,”. Dulunya, cerita Sri, penduduk di Pondok Cina sangat sedikit. Itupun masih terbilang keluarga semua. “Mungkin karena Depok berkembang, daerah ini jadi ikut ramai,” kenangnya. Satu-persatu keluarganya mulai pindah ke tempat lain.

“Tinggal saya sendiri yang masih bertahan disini,” kata ibu Sri lagi. Sekarang daerah Pondok Cina sudah semakin padat. Ditambah lagi dengan berdirinya kampus UI Depok pada pertengahan 80-an, di kawasan ini banyak berdiri rumah kost bagi mahasiswa. Toko-toko pun menjamur di sepanjang jalan Margonda Raya yang melintasi daerah Pondok Cina ini. Bahkan pada jam-jam berangkat atau pulang kerja, jalan Margonda terkesan semrawut. Maklum, karena itu tadi, pegawai maupun karyawan yang tinggal di Depok mau tak mau harus melintas di Pondok Cina.

ASAL USUL MARGONDA

Margonda yang kini menjadi nama jalan protokol dan pusat bisnis di Depok itu tidak diketahui persis asal muasalnya. Konon, nama itu berasal dari nama seorang pahlawan yang bernama Margonda. Keluarga yang mengklaim sebagai anak keturunan Margonda sendiri (di Cipayung, Depok) sampai sekarang belum dapat memberikan informasi mengenai sepak terjang atau lokasi makam Margonda. Yang jelas, nama Margonda kini identik dengan Depok. Sebut saja “Margonda”, maka pasti orang akan mengasosiasikannya dengan “Depok”, beserta segala hiruk-pikuk aktivitasnya yang kian terus berkembang.

REFERENSI : http://babesajabu.wordpress.com/2009/05/11/sejarah-kota-depok/

Jadwal Liga Semakin Padat


Jadwal Persib Bandung hingga jelang putaran kedua Liga Super Indonesia (LSI) 2010-2011 semakin padat. Pasalnya, pada pertengahan bulan Februari yang seharusnya masa tenggat menuju putaran kedua, Persib harus melakoni dua laga tunda akibat program pemulihan kondisi pemain timnas seusai pelaksanaan laga kedua final Piala AFF Suzuki 2010 di Jakarta.

Jadwal tersebut adalah pertandingan kandang melawan Persibo yang diagendakan pada 5 Januari, mundur menjadi 16 Februari. Lalu, Persib menjamu Persijap yang awalnya digelar 8 Januari digelar menjadi 23 Februari. Sementara itu, mengenai pertandingan perdana pada awal tahun ini, Persib akhirnya akan bertemu Sriwijaya FC pada Rabu, 12 Januari 2011 di Palembang. Semula Persib akan mengawali pertandingan 2011 ini pada 2 Januari.

Sekretaris tim, Yudiana mengatakan, pihaknya telah menerima informasi resmi perubahan jadwal tersebut, Selasa (28/12) siang. Sementara itu, terkait keputusan pembatalan laga kandang menjamu Persibo yang memilih mengikuti Liga Primer Indonesia (LPI), belum diterima Persib. "Ya kami masih menunggu surat resmi tentang Persibo dari PT Liga," kata Yudi, ditemui di Mes Persib, Jln. Ahmad Yani, Bandung, Selasa (28/12).

Imbas dari pemunduran jadwal tersebut, Yudi harus mengatur kembali agenda tim, termasuk dengan pemesanan tiket pesawat maupun pemesanan hotel di Palembang. Ia berharap, PT Liga tidak melakukan perubahan mendadak lagi. Ia menambahkan, selain Persib, tim LSI lain yang harus mengalami perubahan jadwal tersebut yaitu, Persisam Samarinda melawan PSPS Pekanbaru, Bontang FC bertemu Persija Jakarta, Persipura Jayapura menjamu Persiwa Wamena, dan Arema berhadapan dengan Persema. Keempat laga tersebut seharusnya digelar pada tanggal 2 Januari hingga 8 Januari.

Ditemui terpisah, Pelatih Persib Daniel Roekito mengatakan, setelah mengetahui jadwal tersebut dia akan segera mengubah program latihan. Sebelumnya dia menunggu pergantian jadwal tersebut dan belum menyusun program latihan lanjutan.

"Saya belum tahu kepastiannya seperti apa. Kalau mundur, itu kan harus jelas. Saya belum bisa memperbaiki program latihan kalau belum ada kepastian kapan kita akan bertanding," ujarnya ketika ditemui seusai latihan di Lapangan Manunggal Brigif 15 Kujang II, Kota Cimahi.

Daniel menuturkan, selama ini jajaran pelatih menerapkan program untuk menghadapi pertandingan yang rencananya dilaksanakan pada 2 Januari 2011. "Dengan jadwal berubah, program yang saat ini saya lakukan harus diubah," ujarnya.

Setelah mendengar perubahahan jadwal, Daniel mengatakan, latihan akan ditekankan pada pematangan taktik. Dengan dimundurkannya jadwal pertandingan, ada kemungkinan besar empat pemain Persib yang sedang memperkuat Timnas Indonesia bisa diturunkan sebagai pemain stater. Mereka adalah Markus Haris Maulana, Eka Ramdani, dan Cristian Gonzales.

"Kita lihat nanti. Bisa saja kondisi mereka memang masih baik, tetapi mental bertandingnya belum siap. Saya di sini mempersiapkan pemain secara tim, bukan secara individu saja," ujar pria berkacamata itu.

referensi : http://www.persib-bandung.or.id/news?cod=2596

 
Copyright © 2010 Life is only once, so take the chance to Enjoy. All rights reserved.
Blogger Template by