Selasa, 26 Oktober 2010

PERUBAHAN KATA-KATA BAKU TERBARU

Bahasa baku terbaru dalam EYD

Di setiap Negara mempunyai ragam bahasa mereka sendiri, seperti di Negara tercinta kita Indonesia, berbagai ragam jenis budaya, khususnya bahasa, sangat beraneka ragam, hampir di setiap daerah mempunyai ragam bahasa yang berbeda, seperti jawa barat, jawa tengah, papua ambon, memiliki bahasa mereka masing masing. Walau Keberanekaragaman bahasa di indonsia sangat beragam sekali tapi masyarakat Indonesia tetap dapat hidup rukun, sesuai dengan ciri dari lambang garuda Indonesia tercinta bhineka tunggal ika, berbeda beda tetapi tetap satu jua…

Keberanekaragaman bahasa di Indonesia sangat kompleks konteksnya, perubahan perubaha mulai dari penulisan hingga pelapalan pengucapan dalam kehidupan sehari hari dapat berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, konteks perubahan itu sesuai dengan perkembangan pada konteks sehari hari dari masyarakat itu sendiri yang kebanyakan secara tidak langsung mengubah kaidah susunan dari kalimat atau sebuah kata menjadi berbeda dengan penulisan yang sudah ada dan yang sudah dipatenkan. Sebaliknya, bahasa bisa tetap terjaga kebakuannya jika masyarakat bahasa tersebut tetap memperhatikan kaidah-kaidah baku bahasa tersebut. Bahkan para pemakai bahasa dapat memperkaya kosakata bahasanya.

Jika kita berbicara masalah baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia, tentunya hal tersebut ada kaitannya dengan standarisasi bahasa Indonesia. Standarisasi bahasa dapat dilakukan terhadap ejaan, ucapan atau lafal, perbendaharaan kata, istilah, dan tata bahasa.

Perkembangan bahasa Indonesia begitu pesat sehingga hal itu menyebabkan masyarakat pemakai bahasa Indonesia kadang-kadang mengabaikan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Sebagai contoh, pemakai bahasa Indonesia, seperti wartawan kadang-kadang tidak memedulikan kaidah k, p, t, s dalam menuangkan tulisannya di media-media cetak. Banyak ditemukan ketidakseragaman dalam penulisan setiap kata yang dimulai dengan fonem p baik yang bersuku kata dua maupun tiga jika diberi awalan me(N)- atau meng- (beserta variasi imbuhannya) fonem pertamanya ada yang melebur/luluh (sesuai dengan kaidah bahsa Indonesia) ada juga yang tidak melebur. Ketidakseragaman tersebut tampak dalam media cetak: surat kabar, tabloid, dan majalah.

Contohnya, mengapa kata pengaruh, social, peduli, perkosa, popular, komunikasi, pesona, perhati, jika diberi awalan me(N)-, me(N)-kan, me(N)-iatau meng-,

ada yang melebur/luluh menjadi


Contohnya adalah sebagai berikut :

Mempengaruhi -> memengaruhi,

Mensosialkan -> menyosialkan,

Mempedulikan -> memedulikan,

Memperkosa -> memerkosa,

Mempopulerkan -> memopulerkan,

Mengkomunikasikan -> mengomunikasikan,

Mempesona -> memesona,

Memperhatikan -> memerhatikan

Mempunyaii -> memunyai

Mengkonsumsi -> mengonsumsi

Mengkaji -> mengaji (Alquran)

Memperhatikan -> memperhatikan

tetapi ada juga yang tidak melebur/luluh menjadi mempengaruhi, mensosialkan, mempedulikan, memperkosa, mempopulerkan, mengkomunikasikan, mempesona dan memperhatikan?

Padahal wartawan khususnya atau pemakai bahasa Indonesia umumnya sudah konsisten menggunakan kata bersuku kata dua atau tiga yang dimulai dengan fonemk, p, t, s jika diberi awalan me(N)- atau meng- (beserta variasi imbuhannya) menjadi luluh.

Hal tersebut tampak pada kata: kerja, potong, pentas, sapu, tutup, tenggara, taat, selimut, setuju, selinap, selingkar, selenggara, sentralisasi, sesuai, setrika, siaga, pelihara, periksa, sunting, sempurna, teliti, tengadah, seruduk yang diberi awalanme(N)- atau meng- (beserta variasi imbuhannya) menjadi mengerjakan, memotong, mementaskan, menyapu, menutup, menengarai, manaati, menyelimuti, menyetujui, menyelinap, menyelingar, menyelenggarakan, menyentralisasi, menyesuaikan, menyetrika, menyiagakan, memelihara, memeriksa, menyunting, menyempurnakan, meneliti, menengadah, menyeruduk.

Berdasarkan kenyataan tersebut, tampak jelas bahwa wartawan/pemakai bahsa Indonesia lebih menaati kaidah k, p, t, s untuk setiap kata yang berkuku kata dua dibandingkan dengan bersuku kata tiga atau lebih. Tampaknya kita sulit membuat aturan baru, yakni kaidah k, p, t, s hanya berlaku untuk setiap kata yang bersuku kata dua. Hal itu disebabkan oleh kita sudah terlanjur menggunakan kata menyelimuti, menyelenggarakan, menyesuaikan, menyetrika, memeriksa, menyelinap, menyunting. Dalam hal ini, perlu ada standarisasi yang jelas untuk kaidah k, p, t, s.

pengimbuhan kata Indonesia dan kata serapan menjadi tidak seragam dan gamang. Akibatnya, hal itu bisa membingungkan masyarakat pemakai bahasa Indonesia.

Jadi, siapkah kita berpegang pada standarisasi untuk fonem k, p, t, s. Hal itu tampaknya bergantung pada kesiapan dan kedisiplinan masyarakat pemakai bahasa dalam menaati kaidah-kaidah yang sudah ada.

SUMBER :

http://komunitasdosen.wordpress.com/2008/06/18/peduli-bahasa-indonesia/
http://hurek.blogspot.com/2007/05/mempengaruhi-memengaruhi-memperbesar.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 Life is only once, so take the chance to Enjoy. All rights reserved.
Blogger Template by