UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elekronik) yang
disahkan DPR pada 25 Maret 2008 menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi
ketinggalan dari negara lain dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. UU ini merupakan cyberlaw di Indonesia, karena muatan dan cakupannya yang luas dalam membahas pengaturan di dunia maya.
UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang
memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman
hukuman bagi kejahatan yang dialkuakn melalui internet. UU ITE juga
mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat
pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti
elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di
pengadilan.
Beberapa terobosan penting yang dimiliki UU ITE adalah tanda tangan
elektronik yang diakui memiliki kekuatan hukum sama dengan tanda tangan
konvensional (tinta basah dan materai); alat bukti elektronik yang
diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHAP. UU ITE ini
berlaku untuk tiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik di
wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia, yang memiliki keterkaitan
hukum di Indonesia. Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan
metode sengketa alternative atau arbitrase.
Jadi menurut saya berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi,disana
tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi,karena
penggunaan teknologi informasi sangat berpeangaruh besar untuk negara
kita,itu apa bila dilihat dari keuntungan buat negara kita karena kita
dapat secara bebas memperkenalkan kebudayaan kita kepada negara-negara
luar untuk menarik minat para turis asing dan teklnologi informasi juga
merupakan hal yang sangat bebas bagi para pengguna teknologi informasi
untuk disegala bidang apapun.Karena setiap orang bebas berpendapat dan
berekspresi apalagi di dunia maya.
Manfaat UU ITE
Beberapa manfaat dari UU. No 11 Tahun 2008 tentang (ITE), diantaranya:
Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik.
Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
Sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi
Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Dengan adanya UU ITE ini, maka:
Transaksi dan sistem elektronik beserta perangkat
pendukungnyamendapat perlindungan hukum. Masyarakat harus
memaksimalkanmanfaat potensi ekonomi digital dan kesempatan untuk
menjadipenyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Lembaga Sertifikasi
Keandalan.
E-tourism mendapat perlindungan hukum. Masyarakat harusmemaksimalkan
potensi pariwisata indonesia dengan mempermudahlayanan menggunakan
ICT.
Trafik internet Indonesia benar-benar dimanfaatkan untuk kemajuan
bangsa. Masyarakat harus memaksimalkan potensi akses internet indonesia
dengan konten sehat dan sesuai konteks budaya Indonesia.
Produk ekspor indonesia dapat diterima tepat waktu sama dengan
produk negara kompetitor. Masyarakat harus memaksimalkan manfaat
potensikreatif bangsa untuk bersaing dengan bangsa lain
keterbatasan UU IT
UU ITE yang terdiri dari 13 bab dan 54 pasal masih akan memerlukan
5-9 peraturan pemerintah yang harus sudah dibuat dalam waktu 2 tahun.
sanksi yang diberlakukan pun masih berupa sanksi maksimal, belum
meletakkan hukuman minimal bagi pelaku tindak pidana. juga ketika
menyatakan bahwa ada tindak pidana terhadap pelaku dari luar negeri ini,
namun kemudian tidak begitu jelas apa yang menjadi sanksi pidana
terhadap pelanggaran tersebut.
UU ITE ini, merupakan sebuah peraturan perundangan yang ditunggu,
terutama dalam mempercepat berlangsungnya e-government. selama ini,
banyak wilayah yang belum berani melahirkan sistem transaksi elektronik
dalam kepemerintahan, karena belum yakin terhadap pijakan hukum.
masih banyak pertanyaan terhadap UU yang baru lahir ini, termasuk
sebuah pertanyaan, akankah terjadi peningkatan pengguna internet di
negeri ini, dimana masih mahalnya harga koneksi internet, ditambah
dengan bayang-bayang ketakutan akan situs porno, yang seharusnya tak
ditakuti. negeri ini harus bergerak cepat mengikuti teknologi yang ada,
atau pilihannya tetap menjadi bangsa yang dihisap oleh kepentingan
pemodal asing.
adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya
diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau
fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara
itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu
ini.
PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND, AMERIKA SERIKAT)
CYBER LAW NEGARA INDONESIA :
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di
Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu
adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi
elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis
yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun
pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait
dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti
tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature
dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti
electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam
perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke
dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk
antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya
(cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan
password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan
(e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain,
dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan
Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU
Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini
dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik
mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan
seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap
sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah
jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka
Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita lakukan
adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan
kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah
tempat di dunia.
CYBER LAW NEGARA MALAYSIA :
Digital
Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh
parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan
perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik
(bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis.
Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act
1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan
pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan
fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
CYBER LAW NEGARA SINGAPORE :
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk
menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi
perdagangan elektronik di Singapore.
ETA dibuat dengan tujuan :
• Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;
• Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik
yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan
pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin
/ mengamankan perdagangan elektronik;
• Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan
• Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan
disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;
• Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
• Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan
elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik
melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat
menyurat yang menggunakan media elektronik.
Didalam ETA mencakup :
• Kontrak Elektronik
Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan
cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
• Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan
Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network
service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga
yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
• Tandatangan dan Arsip elektronik
Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani
kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik
tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi,cyber crime,spam,muatan
online,copyright,kontrak elektronik sudah ditetapkan.Sedangkan
perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya
tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
CYBER LAW NEGARA VIETNAM :
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam
suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah
perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan
online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah
sehingga belum ada rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal
ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah
cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan
konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting
keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
CYBER LAW NEGARA THAILAND :
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan
oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang
lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm
tahap rancangan.
Cyberlaw di Amerika Serikat
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan
Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu
dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang
diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State
Laws (NCCUSL).
Perbedaan CyberLaw di Negara-Negara Lain
Cyber Law adalah aspek Cyber Law adalah aspek hukum yang
istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap
aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
"online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyber Law juga
didefinisikan sebagai kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang berbagai aktivitas manusia di cyberspace (dengan memanfaatkan teknologi
informasi).
Ruang lingkup dari Cyber Law meliputi hak cipta,
merek dagang, fitnah/penistaan, hacking, virus, akses Ilegal, privasi,
kewajiban pidana, isu prosedural (Yurisdiksi, Investigasi, Bukti, dll), kontrak elektronik,
pornografi, perampokan, perlindungankonsumen dan lain-lain.
Cyber Law Di Amerika
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik
dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA diadopsi oleh
National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL) pada tahun
1999.
Secara lengkap Cyber Law di Amerika adalah sebagai
berikut :
– Electronic Signatures in Global and National
Commerce Act
– Uniform Electronic Transaction Act
– Uniform Computer Information Transaction Act
– Government Paperwork Elimination Act
– Electronic Communication Privacy Act
– Privacy Protection Act
– Fair Credit Reporting Act
– Right to Financial Privacy Act
– Computer Fraud and Abuse Act
– Anti-cyber squatting consumer protection Act
– Child online protection Act
– Children’s online privacy protection Act
– Economic espionage Act
– “No Electronic Theft” Act
Cyber Law Di Singapura
Cyber Law di Singapore, antara lain:
• Electronic Transaction Act
• IPR Act
• Computer Misuse Act
• Broadcasting Authority Act
• Public Entertainment Act
• Banking Act
• Internet Code of Practice
• Evidence Act (Amendment)
• Unfair Contract Terms Act
Cyber Law Di Malaysia
Cyber Law di Malaysia, antara lain:
– Digital Signature Act
– Computer Crimes Act
– Communications and Multimedia Act
– Telemedicine Act
– Copyright Amendment Act
– Personal Data Protection Legislation (Proposed)
– Internal security Act (ISA)
– Films censorship Act
Sejak itu 47 negara bagian,
Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke
dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk membawa
ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti
retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga
mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang
layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :
Pasal 5 :
Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :
Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen
elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang
bertransaksi.
Pasal 11 :
Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk
bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan
cap/segel.
Pasal 12 :
Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :
“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :
Mengatur mengenai transaksi otomatis.
Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
• Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
• Uniform Computer Information Transaction Act
• Government Paperwork Elimination Act
• Electronic Communication Privacy Act
• Privacy Protection Act
• Fair Credit Reporting Act
• Right to Financial Privacy Act
• Computer Fraud and Abuse Act
• Anti-cyber squatting consumer protection Act
• Child online protection Act
• Children’s online privacy protection Act
• Economic espionage Act
• “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
• Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
• Credit Card Fraud Act
• Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
• Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
• Ellectronic Fund Transfer Act
• Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
• Federal Cable Communication Policy
• Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
• Arms Export Control Act
• Copyright Act, 1909, 1976
• Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
• Privacy Act of 1974
• Statute of Frauds
• Federal Trade Commision Act
• Uniform Deceptive Trade Practices Act
Kesimpulan
Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena
Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum
ada bahkan belum ada rancangannya.
Kesimpulan dari 5 negara yang
dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk
saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap
nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6
hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan
Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan
Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena
untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di
Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk
kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.
Di era globlalisasi ini, perkembangan teknologi tidakbisan terlepas dari
perkembangan telekomunikasi. Telekominikasi saat ini dapat dikatakan sebagai
unsur primer didalam kehidupan manusia, seperti contoh dapat kita manfaatkan
telekomunikasi untuk mendapaatkan informasi-informasi yang kita butuhkan secara
lengkap. Kemudahan dalam pengaksesan membuat telekomunikasi sering disalah
gunakan atau pemakaian yang tidak tepat. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan UU No. 36 mengenai TELEKOMUNIKASI yang isinya meliputi azas dan
tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi
administrasi dan ketentuan pidana. Didalam pasal ini juga memuat mengenai
perlindungan nilai pribadi nara sumber dan pamakai informasi.
Saya akan menampilkan 1 kutipan dari pasal 1 UU No.36 yaitu :
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
Jelas terkandung di dalam pasal 1 bahwa tidak hanya suara yang masuk dalam
telekomunikasi tetapi banyak bentuk seperti gambar dan tulisan yang dapat
dikatakan sebagai telekomunikasi. Telekomunikasi dapat dilakukan di berbagai
media. Sarana dan prasarananya seperti pemancar radio, jaringan telekomunikasi,
perangkat telekomunikasi, alat telekomunikasi, pengguna, penyelenggara
telekomunikasi. sJadi segala bentuk pemancar baik pengirim maupun penerima
melalui berbagai macam media adalah telekomunikasi.
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata,
kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Telekomunikasi yang diselenggarakan mempunyai dasar hukum dan menjamin privasi
para penggunanya. Selain itu adanya manfaat yang dapat diambil dari komunikasi
di dalam telekomunikasi yang memiliki nilai. Seperti contoh, saat ini marak
terjadi pencurian data penting melalui media internet yang dilakukan oleh
hacker. Faktor keamanan menjadi faktor utama yang harus dilakukan di dalam
telekomuniasi. Adanya security sistem pada saat melakukan telekomunikasi dapat
meminimalisasi aksi pencurian data yang dapat dilakukan oleh hacker.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa.
Dengan telekomunikasi setiap individu dapat melakukan komunikasi dengan
individu lainnya yang tinggal di tempat yang jauh sehingga dapat mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa, tidak hanya itu telekomunikasi juga mempererat
hubungan antar bangsa. Dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran.
Pasal 4
Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
Penyelenggara telekomunikasi boleh dilakukan oleh pihak swasta tetapi dalam
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah juga wajib menetapkan
kebijakan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian secara menyeluruh dan
terpadu terhadap peningkatan telekomunikasi yang terjadi di masyarakat.
Secara umum Undang-undang ini memberikan batasan-batasan kebebasan bagi
pengguna telekomunikasi dan penyelenggara telekomunikasi untuk memberikan
kenyaman dalam berkomunikasi bagi semua pihak. Pemerintah dan masyarakat dapat
mengawasi kegiatan telekomunikasi dan jika ada yang melakukan pelanggaran
terhadap Undang-undang tersebut dapat dikenakan sangsi dan denda.(sumber :
Keterbatasan UU Dalam Mengatur TI
Maraknya perkembangan telekomunikasi di Indonesia memberikan dampak yang begitu
besar dalam tatanan kenegaraan kini. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 tentang
Telekomunikasi pasal 1 ayat 1, dinyatakan bahwa “Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk
tanda2, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik,
radio, atau sistem elektromagnetik lainnya”.
Sehingga dari pernyataan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa media internet
pun termasuk ke dalam alat komunikasi yang dimaksud. Segala macam bentuk
penyalahgunaan dalam penggunaan alat telekomunikasi yang disebut dalam
undang-undang telah diatur dalam beragam pasal sesuai dengan jenis
penyalahgunaannya masing-masing. Pihak yang melakukan penyalahgunaan akan
dijerat dengan hukum pindana dengan hukuman terberat 15 tahun penjara dan
dengan sebesar 600 juta rupiah.
Oleh karena itu, menurut saya dengan ketentuan pidana yang begitu berat,
membuat penggunaan teknologi dapat dibatasi agar tidak merugikan pihak lain.
Tidak terdapat keterbatasan dalam Undang-Undang No 36 tentang telekomunikasi
selama pihak yang menggunakan Undang-Undang mengerti dan memahami secara penuh
isi dari UU tersebut. Sehingga tujuan awal dari UU untuk melindungi hak orang
lain tidak berbalik merugikan.
sumber Undang-Undang :
Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai
perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,
baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur
berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir
kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna
mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan
digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun
oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh
Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen
Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan
para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU
Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah
akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali
oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga
namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana
disahkan oleh DPR.
Kronologis perjalanan UU ITE:
Perjalanan UU ITE memerlukan waktu yang lama (5 tahun). Hal ini menyebabkan UU
ITE menjadi sangat lengkap karena RUU ITE telah melalui banyak pembahasan dari
banyak pihak. Sehingga konsultan yang disewa oleh DEPKOMINFO pun menilai bahwa
UU ITE ini terlalu ambisius karena Indonesia adalah negara satu-satunya di
dunia yang hanya mempunyai satu Cyber Law untuk mengatur begitu luasnya cakupan
masalah dunia Cyber, sementara negara lain minimal memiliki tiga Cyber Law.
Namun Bapak Cahyana sebagai pemateri malah bersyukur dengan keadaan ini.
Beliau menjelaskan lebih lanjut kondisi nyata di lapangan, betapa berbelitnya
proses pengesahan suatu RUU di DPR. Sehingga bagi Indonesia lebih baik memiliki
satu Cyber law saja sehingga DEPKOMINFO lebih leluasa menindak lanjuti UU ITE
dengan membuat Peraturan Pemerintah yang masing-masing mengatur hal-hal yang
lebih detail.
Latar belakang Indonesia Memerlukan UU ITE
Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian
nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin
cepat perkembangannya setiap tahun
Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah
dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara
jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera
tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari
Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada
kompetitor.
Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder)
atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.(sumber :
PERATURAN DAN REGULASI
Undang
Undang No. 36 Telekomunikasi
Menimbang
:
Bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
Bahwa penyelenggaan telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta
meningkatkan hubungan antarbangsa;
Bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan
dan cara pandang terhadap telekomunikasi;Bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan perubahan mendasar dalam
penyelenggaraan dan cara pandarig terhadap telekomunikasi tersebut, perlu
dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi
nasional;
Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka Undang-undang Nomor 3
Tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai Iagi, sehingga perlu
diganti;
Mengingat
:
Pasal
5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dengan
persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA memutuskan untuk
menetapkan UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI.
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan
bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang
memungkinkan bertelekomunikasi;
Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi;
Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio;
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan
instansi pertahanan keamanan negara;
Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang
menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan
kontrak;
Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan
jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan
kontrak;
Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi;
Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau
pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi;
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi
yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang berbeda;
Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
ASAS
DAN TUJUAN
Pasal
2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal
3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
IMPLIKASI
PEMBERLAKUAN RUU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik)
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap
orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah
Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Berdasarkan
Pasal 54 ayat (1) UU ITE, UU ITE mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu
21 April 2008. Hal ini sesuai dengan Pasal 50 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang
pembentukan Peraturan PErundang-undangan bahwa peraturan perundang-undangan
muali berlaku dam mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangakan,
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Oleh akrena itu, ketentuan pidana dalam UU ITE sudah langsung dapat dijalankan
tanpa perlu menunggu Peraturan Pemerintah. Akan tetapi, jika Pasal-psal yang
dirujuk oleh Pasal 45 samapi Pasal 51 tersebut memerlukan pengaturan lebih
lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah, maka Pasal-pasal tersebut menunggu adanya
Peraturan Pemerinta, tidak harus emnunggu selama 2 tahun, melainkan sejak
diterbitkannya Peraturan Pemerintah. sebaliknya, jika pasal-pasal yang di rujuk
Pasal 45 sampai Pasal 51 tersebut tidak memerlukan pengaturan dalam abentuk
Pengaturan Pemerintah,maka tindak pidana dalam UU ITE tersebut dapat langsung
dilaksanakan.